
Sembilan tahun lalu atau tepatnya pada hari Kamis, 24 Oktober 2013 pukul 12.00 Wita, mantan Bupati Kabupaten Bolaang Mongondow, Haji Jambat Arsyad Damopolii, dikabarkan meninggal dunia.
Kepergian bupati era Presiden Soeharto itu menjadi kehilangan bagi masyarakat Sulawesi Utara khususnya yang bermukim di wilayah Bolaang Mongondow Raya (terdiri dari 4 kabupaten dan 1 kota, yang dulunya Bolaang Mongondow).
Betapa tidak, cukup banyak buah karyanya semasa menjadi bupati yang menjadi kebanggaan masyarakat, diantaranya Masjid Raya Baitul Makmur (kini Masjid Agung Baitul Makmur) dan Gelanggang Olahraga (Gelora) Ambang.
MRBM menjadi tujuan utama warga Muslim Bolmong untuk melaksanakan sholat Jumat. Sementara diakhir pekan, ke Gelora Ambang-lah orang datang berbondong-bondong untuk menyaksikan event olahraga otomotif (grass-track), renang, sepak bola, dan pacuan kuda (olahraga kegemaran almarhum) yang sering digelar secara gratis.
Sayangnya, Gelora Ambang kini menjadi bangunan terbengkalai, terkesan dibiarkan, dan tak pula ramai semenjak APBD tak diperbolehkan lagi dipakai untuk membiayai klub sepak bola.
Almarhum JA Damopolii memimpin Kabupaten Bolaang Mongondow selama dua periode sejak tahun 1981 sampai dengan tahun 1991, meneruskan pendahulunya, Ahmad Nadjamudin.
Kurun menjadi bupati, almarhum menjadi bawahan dari dua Gubernur Sulawesi Utara, yakni Gustaf Hendrik Mantik (1980-1985) dan Cornelis John Rantung (1985-1990).
Tete Gery, begitu almarhum semasa hidupnya biasa disapa, lahir pada 25 Juli 1937 di Kelurahan Motoboi Kecil. Dia dikatakan tegas, terkesan pemarah semasa kepemimpinannya.
“Dia tidaklah “seseram”, birokratis, dan temperamental seperti yang sempat tertanam di kepala saya selama bertahun-tahun. Om Jambat boleh didebat, terbuka terhadap argumen dan pertimbangan rasional, dan memberi ruang yang luas terhadap alternatif-alternatif terbaik, khususnya ketika isu yang dikedepankan berkaitan dengan hajat hidup Mongondow dan orang Mongondow.”
Sepenggal kalimat diatas merupakan buah pemikiran dari Katamsi Ginano yang kami kutip dari Kronik Mongondow (In Memoriam JA Damopolii: Sebuah Catatan Personal), blog yang dikelolanya.