
NASIONAL – Fenomena alam seperti yang terjadi di Gunung Agung tergolong langka. Oleh sebab itu, masyarakat di seluruh dunia pun tertarik untuk menyaksikannya. Apalagi peristiwa ini terjadi di Bali, sehingga gaungnya pun makin menggema ke seantero jagad. Namun demikian, wisata bencana mengandung dilema. Muncul pro dan kontra terhadapnya, seperti yang terjadi di akun Twitter Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas, BNPB.
Sebagian warganet mendukung Sutopo yang mengkampanyekan wisata erupsi Gunung Agung. Di lain sisi, ada pula warganet yang mempertanyakan manakala bencana dijadikan sebagai obyek wisata. Indonesia dapat belajar dari Islandia bagaimana mengelola dan mengubah letusan gunung menjadi obyek wisata. Di sana, Gunung Eyjafjallajokull yang erupsi telah mendatangkan jutaan turis dari seluruh dunia. Publikasi mengenai erupsi gunung ini berkontribusi pada lonjakan wisatawan yang datang ke Islandia.
Terlepas dari pro dan kontra tersebut, sesungguhnya wisata bencana perlu dikelola dengan baik. Persiapan wisatawan sebelum berkunjung dan rambu-rambu yang menunjukkan zona bahaya perlu disosialisasikan. Oleh sebab itu, penyebaran informasi mengenai dua hal tersebut menjadi mutlak diperlukan. Selanjutnya berkaitan dengan penanganan pengungsi atau warga yang terdampak. Pemenuhan kebutuhan mereka juga menjadi kewajiban yang tak bisa ditinggalkan.
Apabila dua hal ini dapat dipenuhi, maka fenomena alam seperti letusan gunung bisa menjadi obyek wisata tanpa mengabaikan pengungsi. Dengan begitu, maka tak hanya pengungsi yang terbantu, namun juga membantu kehidupan banyak orang di Bali yang sebagian besar hidup dari kegiatan pariwisata. Di masa depan, apabila wisata bencana dikelola dengan baik, maka akan dapat kita lihat harmoni antara wisatawan dan pengungsi. Wisatawan menikmati pemandangan langka yang tak pernah ditemui dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pengungsi pun tak hanya merana di lokasi pengungsian, mereka bisa menerima pelukan dan uluran tangan dari para wisatawan.
43.358 Jiwa Mengungsi Akibat Meletusnya Gunung Agung
Lebih jauh lagi, Deput I BNPB, Wisnu Widjaja, mengharapkan agar pengungsi tak hanya menjadi obyek, tetapi juga sebagai subyek atau penyintas (orang yang selamat dari peristiwa). Manakala pengungsi menjadi penyintas, maka mereka aktif terlibat dalam berbagai aktivitas pariwisata ketika dan pasca letusan. Penyintas dapat berperan sebagai pemandu wisata, penyedia berbagai kerajinan dan jasa untuk wisatawan. Harapannya, fenomena alami seperti keangungan Gunung Agung tak sampai mengganggu kehidupan dan penghidupan warga terdampak serta warga lain di sekitarnya. Mereka, wisatawan dan penyintas diharapkan mampu memberikan ruang kepada alam untuk melaksanakan aktivitasnya tanpa menimbulkan korban jiwa.
Di Bali, saat ini zona bahaya adalah radius 8 dan perluasan sectoral 10 kilometer ke arah Utara-Timur Laut dan Tenggara-Selatan-Barat Daya. Di luar zona tersebut Bali aman untuk dikunjungi.
Selamat datang dan selamat berwisata di Bali.
Sumber : Tim Pusdatin Humas BNPB