
PERISTIWA – Meletusnya Gunung Agung yang diikuti peningkatan status Awas dan penetapan radius 8 -10 km sebagai daerah berbahaya oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi pada senin (27/11), telah berkonsekuensi masyarakat harus mengungsi keluar dari radius berbahaya tersebut. Ada 22 desa dengan perkiraan jumlah penduduk di radius berbahaya tersebut sekitar 90.000 hingga 100.000 jiwa.
“Mereka harus mengungsi karena mereka tinggal kawasan rawan bencana yang ancamannya adalah bahaya dari landaan awan panas, aliran lava, guguran batu, lontaran batu pijar, dan hujan abu lebat. Sangat berbahaya dan mematikan,” kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, Kamis (30/11).
Gubernur Bali telah menghimbau agar masyarakat mengungsi di sekutar Karangasem saja, tidak perlu yang jauh-jauh karena akan memudahkan penanganan pengungsi, Namun demikian masyarakat tetap mengungsi ke luar Karangasem. Bahkan ada yang mengungsi ke Lombok.
Bupati Karangasem telah menetapkan keadaan tanggap darurat bencana di Kabupaten Karangasem selama 14 hari mulai 27/11/2017 hingga 10/12/2017. Masa berlaku pernyataan tanggap darurat bencana ini dapat diperpanjang atau diperpendek sesuai kebutuhan penanganan darurat di lapangan.
Adanya status keadaan tanggap darurat tersebut maka BNPB dan BPBD mempunyai kemudahan akses di bidang pengerahan sumber daya manusia, pengerahan peralatan, pengerahan logistik, imigrasi, cukai, dan karantina, perizinan, pengadaan barang/jasa, pengelolaan dan pertanggungjawaban uang dan/atau barang, penyelamatan dan komando untuk memerintahkan instansi/lembaga.
“Ini diperlukan mengingat penanganan bencana harus cepat dan tepat. Apalagi penanganan erupsi gunung api biasanya lama,” ujar Sutopo
Sayangnya masih ada saja sebagian masyarakat yang belum mau mengungsi disebabkan beberapa alasan, antara lain masih terbatasnya pemahaman masyarakat akan ancaman erupsi.
“Warga yang tinggal di zona bencana merasa aman dan tidak perlu melakukan pengungsian. Sebagian masyarakat menganggap bahwa erupsi Gunung Agung adalah peristiwa spiritual sehingga mereka memasrahkan diri sepenuhnya pada kekuasaan Tuhan,” kata Sutopo.
Ada juga alasan menjaga ternak, lahan pertanian, dan rumahnya. Sebagian ada juga yang cenderung untuk menantang dirinya, misalnya dengan melakukan swa-foto di tempat-tempat yang berbahaya.
“Di media sosial sudah ada beberapa anak muda yang naik ke dekat puncak gunung dan berendam di banjir lahar hujan. Jelas ini sangat berbahaya,” jelasnya.
Pemerintah terus menyampaikan himbauan dan sosialisasi kepada masyarakat agar mematuhi rekomendasi PVMBG. Semua demi keselamatan masyarakat itu sendiri. Ancaman akan terus meningkat. Kemarin siang sekitar pukul 13:00 WITA (28/11/2017) terjadi tremor menerus yang overscale, yang kemudian terjadi letusan disertai lontaran batu hingga di radius 4 km dari puncak kawah. PVMBG dan masyarakat melaporkan adanya lontaran batu dari letusan Gunung Agung. Ini sangat berbahaya. Apalagi jika letusannya letusan eksplosif vertical yang dapat melontarkan lava pijar, batu, bom, lapilli dan sebagainya.
Berdasarkan data sementara yang dihimpun Pusat Pengendali Operasi (Pusdalops) BPBD Provinsi Bali, jumlah pengungsi per 29/11/2017 pukul 18.00 sebanyak 43.358 jiwa yang tersebar di 229 titik pengungsian. Pengungsi terdapat di Kabupaten Buleleng (5.992 jiwa), Klungkung (7.790 jiwa), Karangasem (22.738 jiwa), Bangli (864 jiwa), Tabanan ( 657 jiwa), Kota Denpasar ( 1.488 jiwa), Gianyar (2.968 jiwa), Badung (549 jiwa), dan Jembrana (312 jiwa).
Sumber : Pusat Data Informasi dan Humas BNPB
Destinasi Wisata dan UKM Kotamobagu Jadi Daya Tarik Mahasiswa Unima